TAFSIR AL-AZHAR KARYA BUYA HAMKA
A. Sekilas tentang Biografi Buya Hamka dan Karya Tafsirnya (Al-Azhar)
Nama Hamka merupakan sebuah nama singkatan
dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Hamka juga lebih akrab di panggil Buya, sebutan
Hamka adalah nama sesudah beliau menunaikan ibadah haji pada Tahun 1927 dan
mendapat tambahan haji. Beliau dilahirkan di sebuah desa bernama Tanah Sirah,
dalam Nagari Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau, Sumatra Barat, pada tanggal
17 Februari 1908 (14 Muharram 1326). Pada
tanggal 5 April 1929, Hamka dinikahkan dengan Siti Raham binti Endah Sutan,
yang merupakan anak dari salah satu saudara laki-laki ibunya. Dari
perkawinannya dengan Siti Raham, ia dikaruniai 11 orang anak. Mereka antara
lain Hisyam, Zaky, Rusydi, Fakhri, Azizah, Irfan, Aliyah, Fathiyah, Hilmi,
Afif, dan Syakib. Setelah istrinya meninggal dunia, satu setengah tahun
kemudian, tepatnya pada tahun 1973, ia menikah lagi dengan seorang perempuan
bernama Hj. Siti Khadijah.Pada hari
Jum'at, tanggal 24 Juli 1981, dalam usia 73 tahun 5 bulan, Hamka mengakhiri
seluruh aktivitasnya, tepatnya di Jakarta.41 Jasad Hamka di semayamkan di
rumahnya Jalan Raden Fatah III.
Tafsir al-Azhar pada mulanya merupakan
rangkaian kajian yang disampaikan pada kuliah subuh oleh Hamka di masjid Al
Azhar yang terletak di Kebayoran Baru sejak tahun 1959. Pelajaran tafsir
sehabis sembahyang subuh telah diperdengarkan ke Seantero Indonesia. Dan
teladan ini pun dituruti orang pula, terutama sejak keluarnya sebuah majalah
bernama Gema Islam sejak bulan Januari 1962 M. Segala kegiatan di mesjid itu
ditulis dalam majalah tersebut, apalagi kantor redaksi dan administrasi majalah
bertempat dalam ruangan mesjid itu pula, karena ia diterbitkan oleh
Perpustakaan Islam Al Azhar yang telah didirikan sejak pertengahan tahun 160 M.
Nama Al Azhar bagi masjid tersebut telah diberikan oleh Syeikh Mahmud Shaltut,
Rektor Universitas Al Azhar semasa kunjungan beliau ke Indonesia pada Desember
1960 dengan harapan supaya menjadi kampus Al Azhar di Jakarta. Penamaan tafsir Hamka dengan nama Tafsir Al Azhar berkaitan erat
dengan tempat lahirnya tafsir tersebut yaitu Masjid Agung Al Azhar.
B. Literatur Review/Kajian Pustaka
Kajian tafsir Indonesia di sini adalah karya-karya tafsir yang
ditulis oleh para ahli tafsir dengan menggunakan salah satu bahasa daerah atau
bahasa Indonesia. Kajian al-Qur’an dan penafsirannya di Indonesia dirintis oleh
Abdur Rauf Singkel yang menerjemahkan Al-Qur’an (Tarjuman al-Qur’an) ke
dalam bahasa Melayu pada pertengahan abad XVII. Apa yang sudah dikaryakan oleh
Singkel ini kemudian dilanjutkan oleh Munawar Chalil (Tafsir al-Qur`an
Hidâyah al- Rahman), A. Hassan Bandung (al-Furqan, 1928),
Mahmud Yunus (Tafsir Quran Indonesia, 1935), Hamka (Tafsir al-Azhar,
1973), Bisyri Musthafa Rembang (al-Ibriz, 1960). Tafsir al-Qur’an era
terakhir adalah karya Quraish Shihab.
Tafsir al-Azhar
adalah salah satu tafsir Indonesia yang mampu menciptakan daya tarik berbagai
lapisan masyarakat Islam Indonesia. Kedalaman wawasan dan keilmuan yang
dimiliki penulisnya, membuat ketajaman kepuasan terhadap berbagai persoalan
yang terkandung dalam al-Qur’an. Disamping itu penyajian tafsir terhadap
ayat-ayat al-Qur’an menjadi begitu indah untuk dijadikan bahan bacaan karena
kupasanya dipadu dengan gaya bahasa yang bernilai sastra serta susunan kalimat
yang teratur. Tidak sedikit kupasan diselingi dengan pengalaman dan kisah-kisah
yang mengarahkan kepada pemahaman yang lebih mendalam sesuai dengan kemampuan
dan status sosial pembacanya. Tafsir ini tergolong antara tafsir-tafsir besar
jika diteliti dari sudut perbahasannya. Keistimewaan Tafsir al-Azhar,
selain membincangkan akhlak dan pembaharuan Islam, ia juga menekankan secara
khusus sudut tasawuf, etika, dan permasalahan terkini yang berlaku di Indonesia. Kitab
tafsir pertama yang berbahasa Indonesia yang menjadi
khazanah intektual bangsa. Melalui metode pengumpulan data dokumentasi
dan analisis hermeneutika, penulis mengungkapkan bagaimana substansi dan
metode penafsiran segala hal yang menyangkut manusia baik berupa ibadah mahdhoh Mupun ghairu
mahdhoh dalam Tafsir al-Azhar, serta signifi - kansinya
bagi upaya deradikalisasi pemaknaan teks keagamaan di Indonesia saat ini.
Latar belakang penulisan tafsir al-Azhar dipengaruhi
oleh beberapa faktor, pertama, kondisi pemuda Indonesia dan di
daerah-daerah yang berbahasa melayu pada saat itu, dalam keadaan semangat yang
tinggi untuk mempelajari dan mengetahui isi al-Quran, akan tetapi mereka tidak
mempunyai kemampuan untuk mempelajari bahasa Arab. Kedua, Kecenderungan
Hamka terhadap penulisan tafsirnya, juga bertujuan untuk memudahkan pemahaman
para muballigh dan para pendakwah serta meningkatkan keberkesanan dalam
penyampaian khutbah-khutbah yang diambil dari sumber-sumber bahasa Arab.
Tafsir Al-Azhar merupakan tafsir yang disusun
tidak hanya memperhatikan aspek yang hanya ada dalam al-Qur’an semata, akan
tetapi juga mementingkan aspek kontekstual, agar penafsiran yang dihasilkan
dapat lebih bermanfaat dikalangan masyarakat, misal dalam masalah makanan,
riba, politik, poligami dsb. Seperti tinjauannya terhadap dakwah, dalam kitab
tafsirnya Hamka menafsirkan ayat-ayat
mengenai dakwah dengan sangat jelas seperti dalam surah QS. An-Nahl: 125, menurut Hamka mengandung ajaran kepada Rasul SAW.
tentang cara melancarkan dakwah atau seruan terhadap manusia agar mereka
berjalan diatas jalan Allah dengan memakai tiga macam cara atau metode,
pertama hikmah yaitu dengan secara bijaksana, akal budi yang mulia, dada
yang lapang dan hati yang bersih menarik perhatian orang kepada agama, atau
kepada kepercayaan terhadap Tuhan. Hikmah dapat menarik orang yang belum
maju kecerdasannya dan tidak dapat dibantah oleh orang yang lebih pintar. Kedua,
mau’izhah hasanah artinya pengajaran yang baik, atau pesanpesan yang
baik, yang
disampaikan sebagai nasihat. Termasuk kategori ini adalah
pendidikan ayah bunda dalam rumah tangga kepada anak-anaknya, sehingga
menjadi kehidupan mereka pula, pendidikan dan pengajaran dalam perguruan-perguruan.
Dan ketiga, jadilhum billati hiya ahsan (bantahlah mereka dengan
cara yang lebih baik). Menurut Hamka, dalam berdebat harus dibedakan pokok
soal yang tengah dibicarakan dengan perasaan benci atau sayang kepada pribadi
orang yang tengah diajak berbantah. Tentu tujuannya agar objektif terhadap
masalah yang diperdebatkan dan yang di ajak berdebat bisa menerima kebenaran
yang kita sampaikan.
Beberapa referensi yang membahas tafsir
Al-Azhar adalah berasal dari artikel, jurnal dan skripsi, yaitu :
1. Jurnal Usuluddin (Julai –
Disember 2013) 38:1-30 “Tafsir al-Azhar dan
Tasawuf Menurut Hamka”
2.
Jurnal: “TAFSIR
AL-AZHAR: Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis”
3. Skripsi Sartiman Setiawan ”Penafsiran Hamka Terhadap Politik Dalam Tafsir
Al-Azhar” tahun 2008
4.
Skripsi Syarifuddin PEMIKIRAN BUYA HAMKA TENTANG RIBA DALAM TAFSIR
AL-AZHAR ”
5.
Skripsi Roudotul Jannah :PEMIKIRAN HAMKA TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
6.
Jurnal: METODE
DAKWAH DALAM AL-QUR’AN (Studi Penafsiran Hamka terhadap QS. An-Nahl: 125) A.
M. Ismatulloh
7. Artikel : PERKEMBANGAN
TAFSIR MODERN DI INDONESIA. Ahmad
Atabik
8.
Jurnal :DERADIKALISASI
PEMAKNAAN KONSEP NEGARA DAN JIHAD DALAM TAFSIR AL-AZHAR De-Radicalization
of Intepretation the Concept of Nation and Jihad in
Tafsir al-Azhar .Sidik
C. Analisis Pemetaan Metode Penafsiran
1. Aspek Teknik Penulisan Al-Quran
a. Sistematika Bentuk Penyajian Tafsir
Tartib mushafi Secara
keseluruhan tafsir ini terdiri dari 30 juz, sesuai dengan jumlah juz al-Quran
itu sendiri. Setiap juz dimulai dengan muqaddimah, dengan diberi judul misalnya
muqaddimah juzu. Dalam muqaddimah ini dijelaskan antara lain: tentang
pembahasan dari juz sebelumnya dan bagaimana hubungannya dengan juz yang sedang
dibahas. Pada tahap berikutnya dalam muqaddimah juga dijelaskan tentang
garis-garis besar kandungan tafsir yang akan dibahas dalam juz dimaksud. Dengan
kata lain, dalam muqaddimah dapat dikatakan sudah terdapat ringkasan
atau abstrak penafsiran yang akan dibahas, hal seperti ini menurut hemat
penulis memang sangat dibutuhkan bagi pembaca sehingga gambaran ulasan yang
akan ditemukan akan lebih mudah dipahami. Tidak banyak penafsir yang membuat
muqaddimah seperti yang dilakukan oleh Hamka dalam tafsir al-Azhar. Tahap
berikutnya, Hamka mengelompokkan beberapa ayat yang berurutan menjadi satu
kelompok ayat yang dianggap satu tema. Jumlah ayat yang dijadikan satu tema
tergantung kepada sejauh mana antara ayat-ayat tersebut saling berhubungan
dan masih dalam masalah yang sama atau hampir sama. Ayat-ayat tersebut ditulis
secara lengkap serta diberikan terjemahannya. Selanjutnya, ayat-ayat tersebut
diberikan penafsiran dimulai dengan terlebih dahulu ditetapkan judul yang
sesuai dengan beberapa ayat yang telah dijadikan satu kelompok untuk
ditafsirkan.
b. Bentuk Penyajian Tafsir
Di dalam tafsir al-Azhar, Hamka
menggunakan metode tahlīlī sebagai analisa tafsirnya. Meskipun
menggunakan metode tafsir tahlīlī, tampaknya Hamka tidak banyak
memberikan penekanan pada penjelasan makna kosa kata. Melainkan, Hamka lebih banyak memberi penekanan pada pemahaman
ayat-ayat al-Qur'an secara menyeluruh. Setelah mengemukakan terjemahan ayat, Hamka biasanya
langsung menyampaikan uraian makna dan petunjuk yang terkandung dalam ayat yang
ditafsirkan, tanpa banyak menguraikan makna kosa kata.
c. Sifat Mufassir
Individual, karena Hamka menyusun kitab tafsirnya
sendirian.
d. Keilmuan Mufassir
Non Akademik, pendidikan
formalnya hanya sampai SD, tetapi banyak belajar sendiri (otodidak), terutama
dalam bidang agama. Keahliannya dalam Islam diakui dunia internasional sehingga
kemudian mendapat gelar kehormatan dari Universitas Al-Azhar (1955) dan dari
Universiti Kebangsaan Malaysia (1976).
e. Sumber Rujukan
Berbagai kitab tafsir yang dijadikan
perbandingan dan ditelaah ketika menyusun Tafsir Al-Azhar dan menyempurnakannya
setelah keluar dari tahanan;
-
Jami’ul Bayan ‘an Ta’wil Qur’an oleh Abu
Ja’far Ibn Jarir At-Thabari (w.310 H)
-
Tafsir Al-Qur’anul-‘Azhim oleh Al-Hafizh
Imaduddin Abil Fidaa Ismail Ibnu Katsir Al-Quraisyi ad-Dimasyqi, (w.774 H)
-
Al-Kasysyat ‘an Haqaa-iqit Tanzil oleh Abul
Qarim Jarullah az-Zamakhsyari (w.538 H)
-
Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an oleh Abd Abdillah
Muhammad ibn Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, (w. 671 H)
-
Mafatihul Ghaib, al-Masyhuru bit-Tafsiril
Kabir oleh Syaikhul Islam Fakhruddin ar-Razi (w. 535 H)
-
Lubab at-Ta’wil fi Ma’anit-Tanzil (Tafsir
Al-Khazin) oleh Al- Imam ‘Alauddin Ali ibn Muhammad ibn Ibrahim al-Baghdadi,
(selesai mengarangnya Hari Rabu 10 Ramadhan 725 H)
-
Madarikut Tanzil wa Haqaa iqut Ta’wil oleh
Abil Baraakat Abdullah ibn Ahmad ibn Muhammad an-Nasafi, (W. 701 H)
-
Tafsir Jaalain oleh: 1. Al-‘Allamah Jalaluddin
Muhammad ibn Ahmad al-Mahalli. 2. Al-‘Allamah Jalaluddin Abdurrahman ibn Abu
Bakar as-Sayuthi .
-
Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul oleh
Al-‘Allamah Jalaluddin as-Sayuthi (w. 912 H)
-
Fi Ma’rifatin Nasikhi wal Mansukhi oleh
Al-Imam Ali ibn Hazm al-Andalusi (w.457 H)
-
Al-Fathul Qadir, al-Jami’u baina fannair
riwayati wad dirayati fi-‘ilmit tafsiir oleh Al-Imam Muhammad ibn Ali ibn
Muhammad ibn Abdullah asy-Syaukani, (w. 1250 H)
-
Tafsir al-Maraghi oleh Syaikh Ahmad Mushthafa
al-Maraghi, Mesir
-
Al-Jawahir fi Tafsiril Quranul Karim oleh
Syaikh Thanthawi Jauhari, Mesir
-
Mahasinut – Ta’wil oleh Syaikh Muhammad
Jamaluddin al-Qasimi (w. 1914 M)
-
Tafsir al-Manar oleh As-Sayid Muhammad Rasyid
Ridha, (w. 1355 H)
-
Al-Mushaful Mufassar oleh Muhammad Farid Wijdi
-
Fi Zhilalil Quran oleh Asy-Syahid fi
Sabilillah Sayid Quthub
-
Adhwaul Bayan fi Idhahil Qurani bil Qurani
oleh As-Syaikh Muhammad al-Amin bin Muhammad bin al-Mukhtar al-Jakaiyu
asy-Syanqiti
-
Turjumanul Mustafiid oleh Syaikh Aminudin
Abdurrauf bin Ali Al-Fanshuri as-Sinkili al-Jawi (Mufti Kerajaan Aceh
Darussalam di zaman pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam, terkenal dengan
sebutan Syiah di Kuala Bahasa Melayu huruf Jawi, dicetak oleh Syaikh Mustafa
al-Babiy al-Halabi, Mesir)
-
Tafsir
al-Furqan oleh A. Hasan Bangil , Guru Persatuan Islam
-
Tafsir Al-Quranul Hakim oleh Al-Ustadz Qasim
Bakri , Al-Ustadz Muhamad Nur al-Imam, A.M Dr Mojoindo (Penerbitan Jambatan
1961)
-
Tafsir Al-Quranul Karim oleh Al-Ustadz Prof.
Mahmud Yunus
-
Al-Qur’an dan Terjemahannya dikeluarkan oleh
Departemen Agama hasil dari satu panitia yang terdiri dari beberapa orang ahli
di Kementrian tersebut, salah satunya adalah Sayid Asad Syahab bermukim di
Makkah al-Mukarramah
-
Al-Mizan Fi Tafsir al-Quran oleh Al’Allamah
as-Sayid Muhammad Husin at-Thaba-Thaba’i
-
Allaur Rahman fi Tafsiril Quran oleh Al-Imam
Al-Mujahid As-Syaikh Muhammad Jawad Al-Balaghi
-
Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an oleh Al-Imam
al-Akbar as-Sayid Abul Qasim Al-Musawi Al-Khoo-i
2. Aspek Hermeneutik
a. Metode Penafsiran
Metode Penafsiran kitab Tafsir Al-Azhar yaitu
dengan bi Ra’y (pemikiran) yang condong
terhadap aspek sosio kultural.
b. Nuansa Tafsir
Nuansa tafsir yang ditulis oleh Hamka adalah
sosial kemasyarakatan, dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dikaitkan dengan
masalah-masalah yang ada pada masyarakat.
Komentar
Posting Komentar